KISAH CINTA BUNG HATTA

Kisah ini berawal dari suatu malam di tahun 1943. Pengacara Mr. Sartono mengadakan jamuan makan malam di rumahnya di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur. Sejumlah tokoh pergerakan hadir di sana. Acara yang dibuat untuk memberi ucapan kepada Soekarno itu juga dihadiri Mohammad Hatta dan keluarga Ny S.S.A. Rachim beserta dua anak gadisnya, Rahmi Rachim (17) dan Raharty (14). Sartono sengaja mengundang mereka untuk merayakan kepulangan Bung Karno dari Bengkulu, tempat pembuangannya. Acaranya santai. Ramah tamah mengalir dengan gembira.

Saat itu, Hatta datang sendirian. Dia memang belum berkeluarga meski sudah berusia 41 tahun. Ini berkaitan dengan nazar Hatta yang tak akan menikah sebelum Indonesia merdeka. Hal itu mengusik perhatian Bung Karno. Sebagai seorang sahabat, ia ingin mencarikan pendamping buat Hatta. Hingga kemudian menjelang kemerdekaan, Bung Karno mendatangi rumah keluarga Ny Rachim di Bandung, Jawa Barat. Dalam kunjungan tersebut, Soekarno bertanya kepada Ny Rachim, "Gadis mana yang tercantik di Bandung?" Mendengar pertanyaan itu, Ny Rachim tampak bingung. Ia akhirnya menyebut sejumlah nama. "Ada Olek, putri Ibu Dewi Sartika. Meta, putri dokter Sam Joedo yang terkenal di Bandung, atau Mieke, kerabat dokter itu," ujar Ny Rachim, sekenanya.

"Kenapa? Ada apa Mas Karno tanya-tanya tentang gadis-gadis cantik?" Ny Rachim pun bertanya balik. Mendengar pertanyaan itu, Soekarno juga menjawab dengan sekenanya, "Ah, tidak apa-apa. Tanya-tanya kan ndak salah?" Pembicaraan pun terputus. Soekarno kembali ke Jakarta.

Tepat 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Tiga bulan setelah kemerdekaan, Bung Karno kembali datang ke kediaman Ny Rachim. Kali ini bersama sahabat karibnya, dokter Soeharto. Di rumah itu, Soekarno langsung mengutarakan niat kedatangan. "Begini, saya mau melamar," kata Bung Karno. Ny Rachim balik bertanya, "Melamar siapa?"

"Melamar Rahmi," kata Soekarno. Ny Rachim lagi-lagi kebingungan. "Untuk siapa?" kejarnya. Dengan suara yang terdengar jelas Soekarno menjawab, "Untuk teman saya, Hatta." Suasana menjadi hening. Bagi keluarga Ny Rachim, Soekarno dan Hatta memang bukan orang baru. Bahkan, seluruh anak Ny Rachim memanggil kedua tokoh ini dengan sebutan Om Karno dan Om Hatta. Meski begitu, lamaran Soekarno tetap saja mengagetkan.

Dengan nada bijak, Ny Rachim mengatakan, "Mas Karno, mengenai lamaran ini, saya harus bertanya dulu kepada anak saya, Rahmi. Menurut saya, dia sudah berusia 19 tahun, sehingga sudah saya anggap dewasa untuk memutuskan jalan hidupnya." Perbedaan usia Hatta dan Rahim yang terpaut 24 tahun memang menjadi pertimbangan Ny Rachim. Saat itu Hatta sudah berusia 43 tahun.

Meski begitu, Ny Rachim tetap menemui Rahmi. Ketika masuk ke kamar tidur putrinya itu, Yuke--nama panggilan Rahmi--bertanya, "Siapa yang datang, Mam?" Pertanyaan itu langsung dijawab, "Bung Karno. Dia datang untuk melamar kamu." Rahmi sangat kaget mendengar jawaban itu. "Buat saya? Mahasiswa sinting mana yang mau melamar saya?" ujarnya. Dengan hati-hati Ny Rachim menjelaskan, "Ini bukan mahasiswa! Dia orang baik, Mohammad Hatta!"

Saat Ny Rachim berbicara dengan Yuke, adik Rahmi--Raharty--menyeletuk, "Jangan mau Yuk, orangnya sudah tua." Yuke tampak ragu-ragu. Ia takut ketika diajak ke hadapan Om Karno. Saat itu, Yuke hanya bisa bilang, "Om, saya takut." Mendengar ucapan itu, Soekarno tersenyum. "Kamu takut apa? Jangan takut, Hatta itu orang baik, dia pemimpin yang baik, dia juga sahabat saya yang baik." Penjelasan Om Karno membuat Yuke mengerti dan menerima lamaran tersebut. Selain itu, Yuke menilai Om Hatta sebagai orang pintar yang menjalankan syariat agama dengan baik.

Tepat November 1945, Rahmi menikah dengan Hatta di Mega Mendung, Puncak, Jabar, di saat revolusi fisik masih berkecamuk. Gadis keturunan Jawa-Aceh ini tak pernah menyangka garis nasib akan membawanya menjadi istri wakil presiden pertama Indonesia. Bagi Rahmi, tentu tidak mudah menjadi istri seorang Wapres dari negara yang baru merdeka dan rakyatnya masih mengangkat senjata melawan penjajah. Ketika pusat pemerintahan Republik Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta, Rahmi juga ikut hijrah bersama sang suami. Mereka baru kembali ke Jakarta setelah Belanda secara resmi menyerahkan kedaulatan RI kepada Soekarno-Hatta.

Pasang surut kehidupan berumah tangga mereka jalani dengan penuh toleransi. Mereka tak pernah mempersoalkan perbedaan asal-usul, latar belakang keluarga, pendidikan, dan rentang usia yang cukup jauh. Hatta memang lebih banyak mengemong sang istri. "Mereka bicara banyak hal, kadang menggunakan bahasa Belanda. Topiknya luas. Mereka selalu berembug bersama untuk urusan anak-anak," kata Halida Hatta, puteri ketiga keluarga ini.

Hatta-Rahmi mengarungi pernikahan selama 35 tahun. Keduanya baru berpisah, ketika Allah SWT memanggil Hatta pada 1980. Sembilan belas tahun kemudian, Rahmi menyusul Hatta berpulang. Kedua pasangan ini kembali berdampingan di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan, seperti tak ingin terpisahkan.

(Sumber: www.news.liputan6.com)

(sumber foto: www.flickr.com)

1 komentar:

  1. louis vuitton パピヨン http://www.marcogiorgini.com/books/new/QIi0/ODtS ルイヴィトン ディライトフル

    BalasHapus