Dalam Memoar Mohammad Hatta banyak hal diungkap mengenai pahlawan proklamator ini, khususnya kiprahnya dalam pergerakan kebangsaan.
Begitu pula beragam peristiwa menjelang dan setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus yang tak banyak diketahui generasi muda saat ini. Tak kalah penting ceritanya seputar tokoh-tokoh bersejarah di republik ini serta perselisihan awalnya dengan Bung Karno.
“Aku dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 12 Agustus 1902.” Begitulah Bung Hatta mengawali otobiografinya, dilanjutkan dengan penggambaran seluk-beluk kota itu dari berbagai aspek. Mulai kondisi alamnya yang indah, denyut perekonomiannya, populasi, hingga latar belakang sejarah dan sekilas politik pengajaran yang diterapkan pemerintah kolonial.
Tentang kondisi alam dan letak geografisnya, tentu tak banyak berubah dari gambarannya. Bukittinggi masih berudara sejuk dan berada di tengah-tengah Dataran Tinggi Agam.
“Pada masa aku kanak-kanak, penduduk Bukittinggi kira-kira hanya 2.500 orang. Diantaranya, kurang-lebih 300 orang Belanda dan paling sedikit 1/3 dari itu termasuk keluarga militer…. Jumlah orang Tionghoa dan kaum peranakan ada kira-kira 600 atau 650 orang…. Kemudian ada pula beberapa keluarga Keling yang diam di Bukittinggi.” Demikian Bung Hatta melukiskan populasi kota yang pernah berjuluk “Fort de Kock” itu. (Menurut catatan Pemerintah Kota Bukittinggi, jumlah penduduknya kini sekitar 174.000 jiwa).
Dari aspek ekonomi, Bukittinggi sejak dahulu memang menjadi pusat kegiatan ekonomi warga daerah sekitarnya. Bahkan, menurut perkiraannya, pasar besar di situ sudah ada sebelum Belanda datang.
“Tiap-tiap hari Rabu dan hari Sabtu ada pekan di Pasar Bukittinggi. Maka ramailah orang datang ke situ…. Selain dari pedagang yang datang menjualkan barang-barangnya, tidak sedikit pula orang yang datang berbelanja. Selain dari tempat jual-beli, pasar itu juga tempat pesiar,” tulis Bung Hatta.
Letak rumah tempat Bung Hatta dilahirkan, kawasan Aur Tajungkang, tidak seberapa jauh dari pusat keramaian itu. Kira-kiranya hanya berjarak satu kilometer. Sebuah rumah bertingkat dua, terbuat dari papan dan beratap seng.
Di sisi kiri rumah itu agak ke belakang terdapat kandang kuda yang dapat memuat sampai 18 ekor kuda. Tidak mengherankan bila banyak kuda di rumah itu karena kakeknya dari pihak ibu, Ilyas gelar Baginda Marah, yang disapanya Pak Gaek, adalah pengusaha angkutan pos.
ヴィトン 新作 トート http://www.londonfilmproduction.com/images/nZJDp/gQwcG ヴィトン 新作 トート
BalasHapus