Kamu harus membedakan konteks perbedaan pendapat dalam politik dengan pergaulan kemanusiaan. Jangan menganggap pejabat pasti jelek dan rakyat biasa pasti baik, pandangan seperti itu tidak adil, ada urusan dan konteksnya sendiri-sendiri” (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
“Kamu punya ruang dalam hatimu untuk merasakan hati para mbambung (gelandangan), sehingga hatimu sedih, getir, terimpit seribu gunung, sementara orang-orang pandai sibuk dengan program-program dan omong besar di koran-koran. Tuhan tidak bertanya padamu apakah kamu mampu menolong mbambung atau tidak, tapi melihat apakah kamu mencintai orang lemah atau tidak” (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
“Yang lebih kalian cari bukanlah kebaikan melainkan kekayaan, yang lebih kalian buru bukanlah keluhuran melainkan kenyamanan, dan pada posisi seperti itu kalian selalu merasa lebih tinggi derajat dibanding orang kecil. Coba hitunglah kehidupan di sekitarmu, hitung pula dirimu sendiri, temukan kemuliaan di sekitarmu. Belajarlah membedakan mana kemuliaan dan mana kehinaan, amatilah mana orang yang luhur dan mana yang hina, mana yang derajatnya tinggi dan mana yang rendah. Pakailah mata Allah sebagai ukuran” (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
ada yang bilang negeri ini “negeri selembar kertas”, masyarakat kita “masyarakat selembar ijazah”. silahkan ngomel sistem pendidikan kita tidak bermutu, kesempatan berpendidikan tidak paralel dengan kesempatan memperoleh kerja, atau canangkan proyek deschooling society (masyarakat tanpa sekolah), tapi pokoknya kalau ndak punya ijazah ya nasibnya lebih ndlahom (idiot, goblok, otak tak berisi) dibanding dengan yang punya ijazah (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
agama diajarkan kepada manusia agar ia memiliki pengetahuan dan kesanggupan untuk menata hidup, menata diri dan alam, menata sejarah, kebudayaan, politik …. Tuhan mengajarkan kreatifitas terlebih dahulu (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
agama mengajarkan kepada manusia bagaimana menumbuhka iman, menyusun pola-pola pembangunan suatu negeri, mengatur politik dan ekonomi, termasuk juga mengintensifkan bidang-bidang pendidikan pada level mana pun sedemikian rupa sehingga sedikit peluang bagi anggota masyarakat untuk mengalami kekecewaan sosial ekonomi serta kebingungan psikologis (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
anak-anak muda tak bisa hanya menggantungkan diri akan jadi pegawai negeri, pembengkakan populasi penduduk akan makin berbanding terbalik dengan penyediaan lapangan kerja, jadi yang akan tegak hidupnya adalah orang-orang yang bermental wiraswasta, yang tidak priyayi, yang ulet dan bersedia bekerja keras (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Anda tak bisa menghakimi ekspresi seseorang hanya dengan melihat bunyi kata-katanya, melainkan Anda harus perhatikan nadanya, nuansanya, letak masalahnya (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
aneh : hukum negara bertabrakan dengan hak dasar kemanusiaan, dan keduanya telah tiba pada kondisi purik (saling membenci) yang susah disembuhkan. Tetapi, jalan terang tetap terlihat, setidak-tidaknya di cakrawala pandangan setiap orang yang tak mengenal putus asa
apa gunanya ilmu kalau tidak memperluas jiwa seseorang sehingga ia berlaku seperti samudera yang menampung sampah-sampah? Apa gunanya kepandaian kalau tidak memperbesar kepribadian manusia sehingga ia makin sanggup memahami orang lain? (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
bukan agama kalau turun ke bumi hanya untuk pandai memerintah dan melarang. Sebelum Adam dilarang makan buah khuldi, dia diberi pelajaran terlebih dahulu mengenai “nama benda-benda”, mengenai segala yang mesti diketahuinya dalam kehidupan (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
bukanlah hidup kalau sekadar untuk mencari makan, bukankah sambil bekerja seseorang bisa merenungkan suatu hal, bisa berzikir dengan ucapan yang sesuai dengan tahap penghayatan atau kebutuhan hidupnya, bisa mengamati macam-macam manusia, bisa belajar kepada sebegitu banyak peristiwa… Bisa menemukan hikmah-hikmah, pelajaran dan kearifan yang membuat hidupnya semakin maju dan baik (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
dalam pengadilan di Indonesia, kadang kita harus memilih alternatif yang terbaik di antara yang terkutuk, dengan menyisakan sedikit harapan bahwa hati nurani manusia tidak semuanya terdiri atas buku (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
demokrasi itu penuh ironi dan ranjau kalau manusia tak menguasai manajemen untuk menggunakannya, demokrasi hanya bisa menjawab beberapa problem hidup, tapi problem yang lain membutuhkan nilai yang lebih tinggi daripada demokrasi (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
dunia ini masih dipimpin oleh orang yang lebih memilih kenyang meskipun dijadikan budak daripada lapar tapi bertahan harga dirinya (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
hakikat hidup bukanlah apa yang kita ketahui, bukan buku-buku yang kita baca atau kalimat-kalimat yang kita pidatokan, melainkan apa yang kita kerjakan, apa yang paling mengakar di hati, jiwa dan inti kehidupan kita (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
hidup ini sangat luas dan dimensi-dimensi persoalannya tak terhingga, untuk itu diperlukan bukan sekadar wawasan yang luas dan pengetahuan yang terus dicari melainkan juga kearifan dan sikap luhur yang konsisten dari hari ke hari (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
jiwanya seniman itu bagaikan ruang kosong, tak ada lemari atau kotak-kotak yang bisa dipakai untuk menyembunyikan sesuatu, segalanya tampak jelas dan jujur di mata (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
kalau kita jadi negara industri tidak berarti bahwa segalanya akan beres, tak berarti kita akan terbebas dari kemiskinan, kebodohan atau kekejaman kekuasaan. Industri hanyalah sebuah cara di antara kemungkinan cara-cara lain yang dianggap bisa membantu menyejahterakan masyarakat
kalau para mahasiswa bercita-cita hendak menjadi pemimpin bangsa, sejak sekarang harus berlatih menampung bermacam-macam gejala manusia, di dalam pergaulan mereka tidak boleh memakai kerangka “menang-kalah” apalagi memakai interes egonya belaka, melainkan mempertimbangkan kepentingan bersama, dan untuk itu diperlukan kesabaran dan kearifan terhadap berbagai kemungkinan yang muncul dari “rakyat” mereka, tidak boleh gemedhĂ© (merasa paling pintar, sombong) (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
kalau seseorang bersikap kreatif untuk menemukan apa saja hal baik yang bisa dikerjakan dalam hidup ini, jam-jamnya tidak akan sempat ia gunakan untuk sedih atau meratap, sebab sudah habis untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
kalau seseorang menjadi pemimpin, ia tak sekadar memimpin masyarakat manusia, tapi juga memimpin masyarakat makhluk yang luas, ia memimpin hak-hak binatang, hutan, lautan, barang tambang …. di situlah antara lain terletak kesalahan ideologi pembangunan modern yang merusak alam, bahkan merusak manusia (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
kata ahli pedang, ilmu pedang tertinggi adalah kalau sudah bisa membelah kapas yang melayang-layang tanpa mengubah arah gerak kapas itu. Aneh, ujian tertinggi bagi keahlian pedang bukanlah baja atau batu karang melainkan kapas. Kekerasan yang telah mencapai puncaknya berubah menjadi kelembutan, kelembutan tak bisa dikalahkan oleh kekerasan (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
kearifan-kearifan agama harus diterjemahkan ke dalam sistem nilai pengelolaan sejarah, kebudayaan dan peradabannya (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
kebanyakan orang tak bisa tidur, mereka hanya tertidur, karena sepanjang siang dan malam hari mereka diberati oleh dunia (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
kebersihan luas makananya, kebersihan ruang dan kampung hanyalah satu hal, hal lain adalah kebersihan jiwa manusia itu sendiri, kebersihan pergaulan antarmanusia, baikpergaulan sosial, pergaulan ekonomi, pergaulan politik dan hukum (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
keceriaan dan kenyamanan hidup tidak terlalu bergantung pada hal-hal di luar manusia melainkan bergantung pada kekayaan batin di dalam diri manusia (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
kematian terkadang merupakan kritik terhadap kehidupan, Tuhan mengambil nyawa seseorang tak semata dalam rangka menyayangi orang itu tapi juga sekaligus memberi peringatan kepada semua yang ditinggalkan oleh almarhum (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
kreatifitas berpikir orang Barat harus kita tiru,tapi ekses dari kebudayaan teknologis yang terlalumemanjakan kebinatangan, sebaiknya kita cegah sejak sekarang.Setiap badan perencanaan pembangunan harus melibatkan para agamawan, budayawan, negarawan, filosof, seniman,orang-orang kecil awam yang arif…. Kita jangan hanya dipimpin oleh tender-tender
manusia diberi-Nya kesanggupan untuk beradaptasi terhadap bermacam situasi, manusia dikasih-Nya darah, naluri dan kecerdasan agar ia tetap saja mampu menyelenggarakan kebahagiaan, meskipun dengan suku cadang yang terendah nilainya ia bisa menghasilkan ramuan kebahagiaan yang jauh melebihi taraf kebahagiaan yang dirajut dengan kemewahan (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
manusia harus jernih memandang dan menilai sesuatu, boleh pakai cara pandang kelas, boleh agak hitam-putih tentang masalah tertentu, tapi harus selalu dikembalikan pada kerangka pandang yang lebih universal, yang melihat manusia sebagai suatu keutuhan, yang memiliki kelebihan dan kekurangan, benar sekaligus salah (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
manusia jangan menunggu hancur dulu baru insaf (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
menyepi itu penting, supaya kamu benar-benar bisa mendengar apa yang menjadi isi dari keramaian
orang boleh kaya raya, persoalannya bagaimana kekayaan itu diperoleh, kemudian bagaimana sikapnya terhadap kekayaan tersebut. Juga kalau miskin! (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
orang boleh salah, agar dengan demikian ia berpeluang menemukan kebenaran dengan proses autentiknya sendiri (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
orangtua kita mengajarkan suatu nilai yang membedakan dua jenis anak, yang patuh tanpa reserve, yang pejah gesang nderek (hidup-mati ikut), disebut “anak baik-baik”, sedangkan yang mencoba rasional, memilih otoritasnya, meskipun itu justru sejalan dengan “lorong keadilan” disebut “anak nakal”
para pekerja agama tidak mengantarkan hakikat Tuhan sebagai Mahasubjek yang penuh rasa cinta, rasa sayang dan kesediaan tanpa batas untuk membahagiakan manusia (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
peraturan dan undang-undang tidak slalu sama dengan keadilan, ia bahkan bisa saja bertentangan denganprinsip keadilan. Undang-undang memiliki relativitasnya sendiri dan tidak mutlak sebagaimana firman Tuhan (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
perjuangan ialah perjuangan. Sejarah dan Tuhan tidak mencatat kemenangan atau kekalahan, tetapi yang dicatat adalah perjuangan itu sendiri (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
politik diciptakan dan dimanifestasikan berdasarkan filosofi dan tujuan untuk menyediakan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi manusia, tapi yang terjadi adalah sama sekali kebalikannya (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
secara filosofis, sesungguhnya tak ada “orang besar” dan tak ada “orang kecil” dalam takaran pemilikan ekonomi atau perbedaan status sosial budaya. Kecil dan besar hanya terjadi pada kualitas kepribadian (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Tuhan banyak diperkenalkan oleh pemimpin-pemimpin agama sebagai “algojo” yang kejam, “polisi” yang selalu curiga atau “hantu” yang kehadirannya di hati manusia selalu menimbulkan rasa waswas, cemas, ngeri dan penuh ancaman. Agama kurang diperkenalkan sebagai berita gembira dan janji cinta, melainkan sebagai tukang cambuk, pendera dan satpam yang otoriter (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
yang menguasai dunia adalah ketelamjuran sistem-sistem internasional yang merupakan lingkaran setan yang memenjarakan manusia, terutama orang-orang kecil. Apalagi sistem-sistem besar itu tidak sungguh-sungguh untuk manusia dan kemanusiaan, tetapi untuk mitos-mitos yang bernama kemajuan, modernisasi, metropolitanisasi, yang keseluruhannya menjebak manusia dalam ketersesatan filosofi, keterjerembaban politik dan ekonomi serta kebuntuan budaya (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
yang penting bukan apakah kita menang ataukalah, Tuhan tidak mewajibkan manusia untuk menang sehingga kalah pun bukan dosa, yang penting adalah apakah seseorang berjuang atau tak berjuang.
(Sumber: daunhijau.com)
Home »
emha ainun nadjib
,
kata-kata bijak
,
kutipan inspiratif
,
kyiai kanjeng
,
News
,
Tokoh
» NASIHAT EMHA AINUN NADJIB
NASIHAT EMHA AINUN NADJIB
Posted by Unknown
Posted on 09.11
with No comments
0 komentar:
Posting Komentar