Puisi dan Kisah Cinta Gie

Ada kisah cinta yang menjadi roman indah, tetapi ada juga yang menjadi tragedi. Seperti kisah cinta antara Soe Hok Gie dan Ira. Sebuah tragedi percintaan yang bersemayam di dalam jalinan persahabatan. Bagaimana Ira yang selalu mencintai Gie dalam diam, dan Gie yang sempat terikat dengan Sinta, namun sebenarnya mencintai Ira sejak awal tapi tak pernah mengungkapkan perasaannya sampai kematian datang.

Inilah Puisi terakhir Soe Hok Gie untuk cinta sejatinya, Ira,yang ditulis di atas Gunung Semeru. Disampaikan oleh Denny, sahabat mereka setelah kematian Gie

Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke Mekkah,

Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di wiraza,

Tapi aku ingin menghabiskan waktu ku disisi mu sayang ku….

Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu

Atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah mandala wangi

 

Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di danang

Ada bayi-bayi yang lapar di Biafra

Tapi aku ingin mati disisi mu manisku

 

Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya

Tentang tujuan hidup yang tidak satu setan pun tahu

Mari sini sayangngku

Kalian yang pernah mesra Yang pernah baik dan simpati padaku

Tegaklah ke langit luas Atau awan yang menang

Kita tak pernah menanamkan apa-apa

Kita takkan pernah kehilangan apa-apa

Dan sebuah sajak berjudul "Sebuah Tanya" mungkin mencerminkan bagaimana kegelisahan hatinya :

Akhirnya semua akan tiba

Pada suatu hari yang biasa

Pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui

 

Apakah kau masih berbicara selembut dahulu

Memintaku minum susu dan tidur yang lelap

Sambil membenarkan letak leher kemejaku

 

Kabut tipis pun turun pelan-pelan

Di lembah kasih, lembah Mandalawangi

 

Kau dan aku tegak berdiri

Melihat hutan-hutan yang menjadi suram

Meresapi belaian angin yang menjadi dingin

 

Apakah kau masih membelaiku semesra dahulu

Ketika kudekap kau

Dekaplah lebih mesra, lebih dekat

 

Lampu-lampu berkelipan di Jakarta yang sepi

Kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya

 

Kau dan aku berbicara

Tanpa kata, tanpa suara

Ketika malam yang basah menyelimuti Jakarta kita

Apakah kau masih akan berkata

Kudengar derap jantungmu

 

Kita begitu berbeda dalam semua

Kecuali dalam cinta

 

Hari pun menjadi malam

Kulihat semuanya menjadi suram

Wajah-wajah yang tidak kita kenal berbicara

Dalam bahasa yang kita tidak mengerti

Seperti kabut pagi itu

Manisku, aku akan jalan terus

Membawa kenang-kenangan dan harapan-harapan

Bersama hidup yang begitu biru.

 

(Diolah dari berbagai sumber)

0 komentar:

Posting Komentar